Potret Dialog Publik Tanpa Batas di Bojonegoro
Bojonegoro – Ada kisah menarik dan menggugah dari Bojonegoro. Yakni tentang sebuah diskusi publik tanpa batas antara bupati dengan rakyatnya.
Sama seperti hari-hari Jumat sebelumnya, siang ini (1/4/2016), seratusan warga Bojonegoro berbondong-bondong ke pendopo Kabupaten. Mereka mengikuti dialog publik dengan Bupati Bojonegoro Suyoto yang memang mengkhususkan hari Jumat sebagai hari untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat.
Dialog publik ini diawali dengan penjelasan seputar isu terkini yang disampaikan oleh SKPD terkait. Kemudian langsung dilanjut dengan warga Bojonegoro yang diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk menyampaikan uneg-unegnya.
Banyak warga menyampaikan curhat, kritik dan saran, bahkan promosi produk di hadapan Bupati Kang Yoto, jajaran SKPD, dan seratusan warga yang memenuhi pendopo. Suasana begitu cair dan santai, tak ada satupun petugas berjaga, satpol PP sekalipun, anak-anak kecil bebas berlarian di sekitar tempat duduk Bupati.
Sesekali warga juga mendatangi Bupati dan bicara langsung empat mata. Tak ada satupun petugas atau ajudan yang mencoba menghalanginya.
Pertanyaan pertama datang dari seorang warga yang mengaku sebagai calo akta kelahiran. Dia mempersoalkan KUA yang mencatat nama di buku nikah namun berbeda dengan nama di Kartu Keluarga.
“Terus terang ngurus akta kelahiran jadi sudah pak. Terus terang saja saya calo akta kelahiran,” kata lelaki berpotongan plontos yang dipanggil Kang Mun ini.
Beberapa warga Margomulyo kemudian menanyakan tentang permohonan pemasangan listrik yang belum juga dipasang. Fahrudin, warga Sukorejo meminta agar Bupati memfasilitasi pembentukan paguyuban untuk kreatifitas dan membuka lapangan pekerjaan. Sempat ada ibu-ibu yang mempromosikan perusahaannya yang menawarkan check up gratis dan menjual obat-obatan herbal. Benar-benar tidak ada batasan dalam forum ini.
Ketua paguyuban disabilitas Bojonegoro, Samawi juga sempat mengajak semua pihak untuk saling support, dia juga menyemangati penyandang disabilitas agar tak patah arang.
Nah tibalah giliran Ali, seorang tukang pijat tuna netra, pelan-pelan berjalan dengan tongkatnya ke arah mikrofon untuk menyampaikan aspirasinya.
“Perkenalkan nama saya Ali, tukang pijat di Jl Sudirman, di dekat Sudirman Residence,” kata Ali seraya menyebutkan nomor ponselnya dengan sangat hafal.
Ali kemudian “berpidato” dengan lantang tentang bahaya narkoba. “Marilah kita membantu para penegak hukum, seluruh aparat pemerintahan yang terkait semua dengan cara memberikam informasi tentang narkoba ke aparat penegak hukum,” ajaknya.
Nah setelah itu baru Ali “iklan” lagi. “Daripada nanti bapak bapak ngefly dengan narkoba, kalau butuh energi tinggi butuh perhatian penuh,relaksasi dulu sekai-kali pijat tempat saya tanpa unsur narkoba,” katanya dalam bahasan Jawa.
“Itu benar-benar ngefly happy dream dengan pijat. Karena pijat ini bagian dari relaksasi, nggak percaya silakan tanya Pak Bupati,” katanya disambut tawa hadirin dan Kang Yoto.
Jajaran SKPD terkait kemudian menjawab semua pertanyaan secara tuntas. Setelah itu giliran Kang Yoto jadi gongnya. Kang Yogo menjawab semua pertanyaan yang diajukan warganya. Termasuk pertanyaan Ali si tukang pijit tuna netra.
Nah sebelum dialog publik berakhir sempat ada percakapan yang mengharukan antara Kang Yoto dengan Reza penyandang disabilitas tuna wicara. Tak ada satu orang pun paham maksud permintaan Reza dan hanya Kang Yoto yang laham Reza meminta tambahan modal Rp 500 ribu untuk tambahan modal usaha.
“Siapa yang tahu (apa maunya Reza) silakan tunjuk jari,” kata Kang Yoto dalam bahasa Jawa. Namun tak satupun menjawab.
“Reza ini minta uang Rp 500 ribu untuk modal usaha jualan plastik. Alhamdulillah sudah punya kulkas untuk berjualan es. Sempat jualan nasi tapi sekarang libur tidak ada yang masak. Itu saja masih ditambahi kalau nggak minta bupati minta siapa lagi,” kata Kang Yoto dalam bahasa Jawa yang jenaka disambut gelak tawa hadirin.
Begitulah akhir kisah haru dialog Bupati Bojonegoro dengan warganya. Mereka datang dengan curhatan, tuntutan, pertanyaan, namun pulang dengan tawa.
Setelah itu si calo Akta Kelahiran tiba-tiba mendekat ke Kang Yoto meminta disentil-sentil telinganya sembari didoakan. “Wah kok minta disuwuk sama bupati,” kata Kang Yoto sembari memegang telinga Kang Mun.
“Wah Bupati kok padakke dukun (Bupati kok disamakan dukun)” canda warga lain yang melihat momen lucu ini.
Sumber : https://news.detik.com/berita/3177961/potret-diskusi-publik-tanpa-batas-di-bojonegoro