Perempuan Bojonegoro Diajak Perangi Korupsi
Ketua DPRD Bojonegoro, Mitroatin mengapreasiasi seminar dan diskusi bertajuk “Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)” yang diselenggarakan IDFoS di Ruang Pertemuan Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol) Linmas, Rabu (15/6).
Menurut politisi partai Golkar itu, kegiatan semacam ini tidak hanya sebatas dilakukan di kalangan aktivis. Melainkan perlu disosialisasikan kepada ibu-ibu/istri para pejabat.
Sebab, menurut Mitroatin, pendidikan anti korupsi harus ditanamkan sejak dini yakni mulai lingkungan keluarga. Seperti seorang ibu harus menanam kejujuran pada anak, dan para perempuan di lingkungan dan organisasinya.
“Istri jangan terlalu banyak nuntut suami. Itu sama saja dengan mendorong suaminya untuk melakukan tindakan korupsi,” pesan Mitroatin saat memberi sambutan.
Di tempat yang sama, Saiis Sulitoh Relawan SPAK Bojonegoro menegaskan, perempuan memiliki peran startegis untuk mencegah tindak korupsi karena perempuan memiliki standar etika yang lebih tinggi, dan taat aturan.
Berdasarkan data statistik, 93,4 persen korupsi dilakukan oleh laki-laki, sedangkan sisanya kurang dari tujuh persen oleh perempuan. Hal ini menjadi bukti jika perempuan memiliki peran yang sangat penting di keluarga karena bisa mencegah tindakan korupsi.
Perempuan sebagai ibu, misalnya. Kata dia, bisa menanamkan karakter kejujuran kepada anak sejak dini. Kemudian perempuaan sebagai istri dapat menjalankan fungsi sebagai auditor keuangan rumah tangga, dan perempuan sebagai sosial memberikan teladan dan menyerukan gerakan anti korupsi di lingkungannya.
“Karena itu kami mengajak kaum perempuan di Bojonegoro untuk bersama-sama mencegah dan memerangi korupsi mulai dari lingkungan diri sendiri,” tegasnya.
Relawan SPAK Bojonegoro lainnya, Rika Wulandari mengungkapkan, kasus korupsi telah mengundang keprihatinan tersendiri. Karena menimbulkan beberapa dampak yakni memperburuk kesenjangan pendapatan dan kemisikinan, menurunkan perkembangan ekonomi, menghapuskan demokrasi dan merendahkan keterwakilan.
“Kasus ini menempatkan Bojonegoro peringkat ke dua di Jawa Timur,” sambung Rika.
Korupsi sering terjadi di antaranya di lingkungan pendidikan, anggaran sosial, APBN/APBD, pajak dan energi, pengadaan barang dan jasa, perijinan tambang dan investasi.
“Tindakan ini terjadi di antaranya karena adanya kesempatan, tekanan, dan alasan rasional,” tegasnya.
Seminar ini diikuti sejumlah organisasi perempuan di Bojonegoro.(Dwi/mcb)