Kang Yoto: Delapan Tahun Lalu Miskin, Kini Bojonegoro..?
Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan, bahwa delapan tahun lalu kabupaten ini masuk daerah miskin. Tetapi sekarang ini, Kabupaten Bojonegoro menjelma menjadi percontohan dunia Open Government Partnership (OGP) atau contoh pemerintahan terbuka. “Itu tentu berkat kerja keras bersama,” ujar Kang Yoto, panggilan Bupati Bojonegoro pada Kanalbojonegoro Senin 30 Mei 2016.
Menurut Kang Yoto, Open Goverment Pilot Project adalah program dari Gerakan Pemerintahan terbuka. Tujuannya untuk mempromosikan dan memperkuat pengelolaan birokrasi tingkat kota/kabupaten yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan responsif. Tentu saja, kota/kabupaten yang terpilih dalam program ini adalah daerah yang sudah menjalankan pemerintahan yang terbuka.
Kang Yoto menyebutkan, mengaku bangga dengan kemajuan Bojonegoro. Karena, kabupaten ini mengalahkan wakil-wakil daerah lain. Seperti Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintahan Kota Banda Aceh. “Alhamdulillah kita yang terpilih,” tandasnya. Ditambahkan, kota-kota yang masuk jejaring OGP digunakan sarana bertukar pengalaman, pengetahuan, dan inovasi bagi pengelola Pemerintahan juga masyarakatnya.
Dengan terpilihnya Bojonegoro, maka kabupaten ini bisa sejajar dengan 15 kota-kota ternama di Dunia mewakili daerah dengan Pemerintahan Terbuka. Untuk Wakil dari Negara Asia, yaitu Kabupaten Bojonegoro mewakili Indonesia, Kota Seoul mewakili Korea Selatan dan Kota Tibilis mewakili Georgia. Dari kota-kota di Eropa, seperti Paris, Madrid, Buenos Aires, Sao Paulo, dan sejumlah kota lain.
Padahal, menurut Kang Yoto jika melirik delapan tahun silam, Bojonegoro sebagai daerah yang masuk kategori miskin di Provinsi Jawa Timur. Yang muncul ketika itu, adanya kemiskinan, bencana banjir, kekeringan saat kemarau. Selain itu munculnya praktik korupsi akibat pengelolaan keuangan yang kurang tepat.
Tetapi, lanjutnya, setelah melakukan kerja keras, Bojonegoro jadi percontohan untuk kota-kota di Tanah Air dan tentu sejajar dengan daerah lain di Luar Negeri. Contohnya, ekonomi tumbuh 19,43 persen untuk tahun 2015, dan dengan tingkat kesenjangan yang rendah yaitu 0,24 persen. Kemiskinan juga turun 50 persen dalam kurun waktu delapan tahun.”Ingat, kita dahulu miskin,” papar mantan dosen Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Untuk sektor eksplorasi sumber daya alam, lanjut Kang Yoto, jika di daerah lain memunculkan kesenjangan dan konflik, tetapi justru sebaliknya membawa berkah di Bojonegoro. Pelan-pelan, dilakukan tata kelola untuk menggarap sumber daya alam. Hasilnya, kini bisa dinikmati. Misalnya, dari Dana Bagi Hasil Migas, bisa disisihkan untuk dana pendidikan. Anak-anak Sekolah Menengah Atas dan sederajat, mendapat bantuan pendidikan Rp 2 juta pertahunnya. “Ini bukti, kita bisa lepas dari daerah kutukan,” imbuhnya. Dirinya berharap, pola kolaborasi antara Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro, bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi membanggakan.(*/mcb)