Bojonegoro Umumkan Pengelolaan dan Penggunaan Anggaran Desa
Desa/kelurahan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mulai menerapkan konsep pemerintahan terbuka. Salah satunya, dengan mengumumkan pengelolaan dan penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) melalui baliho, pamflet, spanduk, dan situs desa.
Pantauan Tempo di kantor Kecamatan Kanor, sudah terpasang 15 baliho, sisanya 10 baliho menyusul pekan ini. Isinya terkait dengan pengelolaan dan rincian penggunaan ADD. Mulai dari pembangunan desa, biaya sosial, hingga anggaran lain yang bersumber dari dana desa.
“Ini konsekuensi penerapan konsep pemerintahan terbuka. Dana desa harus diketahui masyarakat,” kata Camat Kanor Subiyanto kepada Tempo, Sabtu, 3 September 2016.
Adapun program pemerintahan terbuka bergulir setelah Kabupaten Bojonegoro ditetapkan sebagai percontohan open government partnership (OPG), menyingkirkan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Banda Aceh, yang juga masuk nominasi awal April 2016. Bojonegoro jadi percontohan pemerintah daerah pertama di Asia yang sejajar dengan 13 kota besar di dunia yang ikut kontes di program ini, bersama Kota Seoul, Korea Selatan; dan Kota Tbilisi, Georgia.
Itu sebabnya, Kabupaten Bojonegoro menerapkan program pemerintahan terbuka mulai dari pemerintahan desa/kelurahan hingga di tingkat yang lebih tinggi. Program tersebut telah diterapkan sejak pekan keempat Agustus 2016.
Tak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga menggelar Pemilihan Duta Keterbukaan Anggaran Pemerintahan Desa (DKAPD). Nantinya, dari 430 desa/kelurahan di kabupaten tersebut, akan dipilih nominator yang pengelolaan anggarannya terbuka dan berpihak ke masyarakat. Acara yang melibatkan aktivis LSM dan jurnalis ini telah dimulai pertengahan Agustus 2016.
Sebelumnya, Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan selain sebagai program pemerintahan terbuka, wilayahnya juga ditetapkan sebagai daerah Ramah Hak Asasi Manusia oleh pemerintah pusat pada Mei 2016. Bojonegoro juga dianggap sebagai kabupaten potensial untuk para investor. “Ini prestasi bersama,” ujar Suyoto, Kamis, 1 September 2016.
Suyoto menyebut, saat awal menjadi Bupati Bojonegoro 2008, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sekitar Rp 800 miliar, dan kini pada 2016, melonjak di kisaran Rp 3,4 triliun. Pendapatan dari dana bagi hasil migas menjadi pemasok tertinggi APBD. Namun, pemerintah Bojonegoro kini juga serius menggarap sektor non-migas, seperti pariwisata, pertanian, dan industri. Dengan besaran upah minimum kabupaten (UMK) Rp 1.462.000, Bojonegoro jadi tempat alternatif bagi pengusaha untuk berinvestasi.