Berkawan dengan Bencana agar Aman
BANJIR dahsyat sempat melanda Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Seluruh wilayahnya tergenang dan luluh lantak tak kuasa menahan limpahan air Sungai Bengawan Solo. Seketika denyut nadi kehidupan seakan berhenti sejenak. Para pejabat dan pimpinan daerah tak tahu harus berbuat apa karena semua orang panik dan sibuk memikirkan nasib dirinya sendiri.
“Pemerintah kabupaten seperti kebakaran jenggot melihat air yang mengalir deras dan perlahan merendam daerah-daerah di dalam kota. Bingung, panik, kalut menggantung di semua benak warga Bojonegoro,” kenang Bupati Bojonegoro Suyoto pada kesempatan Rakornas Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), di Jakarta, Kamis (25/2).
Di hadapan para peserta rakornas yang hadir, Kang Yoto, begitu ia akrab disapa, menggambarkan betapa kondisi sangat mencekam pada sembilan tahun lalu itu. Lantaran pemerintah yang masih larut dalam kekagetan akibat bencana tersebut, imbasnya, masyarakat tidak tahu harus ke mana lagi meminta bantuan.
Luapan air Bengawan dan hujan yang mengguyur Bojonegoro dalam beberapa hari berturut-turut itu tampaknya telah merendam nyali pemerintah. Masyarakat lantas lebih memilih menyandarkan beban terpaan bencana kepada relawan LSM dan parpol yang saat itu bak pahlawan dadakan.
Sepenggal kisah itu kini tinggal kenangan kelam Bojonegoro, namun berhikmah besar. Banjir akhir 2007 itu, imbuhnya, menunjukkan bahwa tata kelola informasi dan bencana harus menjadi hal yang mutlak untuk meminimalisasi kerugian, bahkan meniadakan korban jiwa. “Bukan perkara gampang merumuskan tata kelola bencana. Pemerintah harus tepat dan cerdas menentukan indikatornya,” kata Kang Yoto.
Berkaca dari kejadian banjir tahunan hingga 2010 di Kecamatan Kanor, kisahnya, pemda bersama seluruh lintas sektoral akhirnya menentukan beberapa indikator. Yang pertama ialah mengenali posisi dan kontur daerah serta jenis bencana yang rawan terjadi. Selain itu, potensi bencana yang dominan terjadi dan prosesnya patut diperhatikan.
Tindak lanjutnya, pemerintah harus aktif menyosialisasikan dan belajar bersama masyarakat untuk setidaknya mengetahui apa yang harus dilakukan sesaat sebelum bencana datang. “Pemerintah juga memasukkan kurikulum renang sebagai kurikulum wajib di muatan lokal mulai jenjang SD,” tukas dia.
Faktanya, langkah pemda Bojonegoro menggauli banjir tak berhenti di situ. Dibuatlah rumusan strategis bahwa bencana bukan untuk dilawan, tetapi kita yang harus berkawan dan menggauli bencana apa pun. Sungai Bengawan Solo yang membelah Kota Bojonegoro kadang dicap sebagai sumber banjir bencana, tapi kini keduanya justru saling bersinergi dan berbagi peran secara tepat dalam penanggulangan bencana.
“Dalam tingkatan Siaga Merah atau Siaga 3, kami instruksikan 25% PNS siap untuk di-BKO kan. Adapun, pemerintah menjadi fasilitator untuk menyiapkan yang lebih baik. Hasilnya, kini banjir bagi warga Bojonegoro tak perlu lagi dirisaukan,” ucapnya bangga. “Kalau Bojonegoro dianggap sukses, itu datang dari kesanggupan proses memahami inti masalah, bekerja keras dan bersinergi bersama tanpa henti, tanpa kenal lelah dan tanpa saling menyalahkan,” pungkas Kang Yoto.
sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/read/30812/berkawan-dengan-bencana-agar-aman/2016-02-26