Air Waduk Pacal Menipis, Petani Diimbau Tak Tanam Padi
Bojonegoro, 5/10 (Media Center) – Petani Bojonegoro yang selama ini mengandalkan pengairan dari Waduk Pacal dihimbau untuk tidak melakukan tanam padi pada musim tanam (MT) ke 3 tahun ini. Karena ketersediaan air di Waduk Pacal yang terletak di Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, menipis sehingga tak mencukupi untuk mengairi sawah petani.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Bojonegoro, Edi Susanto menjelaskan sekarang ini ketersediaan air di Waduk Pacal sudah sangat minim. Jika waduk dibuka secara normal, air di waduk hanya akan mampu untuk waktu empat hari saja.
“Itupun hanya diperuntukkan untuk mengairi tanaman palawija dan bukan padi,” tegas Edi Susanto saat melakukan pembinaan dan pembentukan Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) DI Pacal Sekunder Pohbogo, di Desa Bulaklo, Kecamatan Balen, Rabu (4/10/2017).
Menurut dia, menipisnya air di Waduk Pacal ini nyaris mengakibatkan petani palawija gagal panen. Untungnya kondisi itu tertolong dengan adanya turun hujan beberapa hari lalu yang mengguyur wilayah Bojonegoro.
Karena itu, lanjut dia, pihaknya harus bisa mengatur secara tepat bagaimana air yang tersedia ini dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk mengairi tanaman palawija yang terancam gagal panen tersebut.
Edi mengungkapkan jika secara normal air Waduk Pacal mampu mengairi 16 ribu hektar areal persawahan di wilayah Bojonegoro.
“Oleh karena itu saya menghimbau agar petani memperhatikan betul ketersedian air dan kebutuhan air saat melakukan tanam,” pesannya.
Saat ini jumlah HIPPA yang sudah terbentuk di Bojonegoro ada sekitar 30 HIPPA. Ke depan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Bojonegoro akan membentuk gabungan HIPPA persekunder di DI Pacal.
“Aliran irigasi mulai Waduk Pacal lebih dari 90 kilometer,” pungkasnya.
Senada disampaikan Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Hartono. Kang Hartono menyampaikan, walaupun kondisi sudah mulai hujan, namun kekeringan masih terjadi. Hal ini dikarenakan tipikal tanah di Bojonegoro di saat musim hujan airnya lansung mengalir dan tak terserap tanah.
“Musim kemarau yang sebentar saja sudah membuat Bojonegoro terjadi kekeringan. Ini dipengaruhi oleh dua hal yakni cuaca dan ketersedian pohon atau penghijauan. Pohon-pohon banyak ditebang sehingga fungsi menyerap dan mampu menanmpung air dalam tanah sudah berkurang. Sehingga, air dalam tanah juga berkurang hingga akhirnya terjadilah kekeringan,” tuturnya.
Kang Hartono berpesan agar petani Bojonegoro lebih cerdas karena petani kebanyakan berada diposisi tidak menguntungkan atau selalu merugi. Dia mencontohkan saat musim panen harga gabah cenderung turun, namun di saat musim seperti ini harga gabah melambung tinggi. Akan tetapi, di saat harga mahal petani sudah tidak ada barang soalnya sudah terlanjur dijual ke tengkulak dengan harga yang rendah bahkan merugi.
“Inilah pentingnya sinergi semua komponen, mulai petani, aparat dan pemerintah untuk membantu petani kita agar tidak dipermainkan oleh orang-orang yang hanya mengambil keuntungan,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Kang Hartono juga mengajak semua pihak bekerjasama termasuk aparat harus menindak tegas jika ada oknum yang merugikan petani dan pemerintah melakukan fungsi pengawasan sehingga nasib petani terperhatikan.(dwi/mcb)